MAKALAH
TEORI PERENCANAAN
PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Dosen
Pengampu : Ardiani Kusumaningrum
Oleh
:
Aprilian
Dwi M (A310120102)
Teguh
Surono (A310120113)
Ganang
Galih P N (A310120113)
Aditya
Rahman (A310120140)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA
SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu pembelajaran, pendekatan memang bukan
segala-galanya. Masih banyak faktor lain yang
ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Faktor-faktor tersebut antara
lain kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kualitas guru,
materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk
penilaian. Ini berarti pendekatan hanyalah salah satu factor saja dari sekian
banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam keseluruhan pengelolaan
pembelajaran. Walaupun demikian, penetapan pendekatan tertentu, dalam hal ini
pendekatan kontekstual dalam suatu pembelajaran dirasa penting karena dua hal.
Pertama, penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran,
sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian harus dijiwai oleh pendekatan yang
dipilih. Kedua, salah satu acuan untuk menentukan keseluruhan tahapan
pengelolaan pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran kontekstual
sebagai berikut.
1. Pengertian pembelajaran
kontekstual.
2. Landasan filosofi
pembelajaran kontekstual.
3. Karakteristik
pembelajaran kontekstual.
4. Komponen-komponen dalam
pembelajaran kontekstual.
5. Strategi pembelajaran
kontekstual.
6. Perbedaan pembelajaran
tradisonal dengan kontekstual.
Tujuan
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang dikemukakan di
atas, makalah ini diharapkan dapat
menjelaskan bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual di sekolah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya
dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka
peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan
praktis kehidupan mereka, baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat.
Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan
dari sekian rentetan topik atau pokok
bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam,
yang bisa diterapkan
ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang
dianjurkan untuk digunakan para guru dalam praktik pembelajarannya di dalam
kelas sejak diberlakukannya KBK dan terus disarankan untuk digunakan ketika KBK
digantikan KTSP. Mengapa? KBK dan KTSP memberi tekanan khusus pada penguasaan
siswa terhadap berbagai kompetensi yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan
nyata. KBK dan KTSP sama-sama menekankan pada penguasan siswa terhadap berbagai
keterampilan hidup. Pendekatan kontekstual sangat relevan dengan karakteristik
pembelajaran di sekolah.
Pengertian CTL
Pendekatan kontekstual atau Contectual Teaching and
Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:5). Sementara itu menurut
Sudrajat mendefinisikan Contectual Teaching and Learning (CTL) merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotifasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural). Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha
siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia
belajar.
Landasan
Filosofi Pembelajaran Kontekstual
Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal,
tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Untuk memahami secara lebih mendalam konsep
pembelajaran kontekstual, COR (Center for
Accupational Research) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep
bawahan yang disingkat REACT, yaitu:
·
Relating adalah bentuk
belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengamatan nyata. Pembelajaran harus
digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk
dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
·
Experiencing adalah belajar
dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa
pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses
berpikir kritis lewat siklus inquiry.
·
Applying adalah belajar
dalam bentuk penerapan hasil belajar kedalam penggunaan dan kebutuhan praktis.
Dalam praktiknya, siswa menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan
kehidupan mendatang yang dibayangkan.
·
Cooperating adalah belajar
dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespons, dan saling
berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang
materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam
kehidupan nyata. Dalam kehidupan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup
berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.
·
Transferring adalah
kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman
berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar
yang baru.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Atas dasar pengertian tersebut, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1.
Pembelajaran dilakukan dalam konteks
autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah.
2.
Pembelajaran memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3.
Pembelajaran dilaksanakan dengan
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4.
Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja
kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman.
5.
Pembelajaran memberikan kesempatan
untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain
secara mendalam.
6.
Pembelajaran dilaksanakan secara katif,
kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
7.
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi
yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana Nurhadi (2002)
mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan
sepuluh kata kunci, yaitu
-
Kerjasama
-
Saling menunjang
-
Menyenagkan, tidak membosankan
-
Belajar dengan gairah
-
Pembelajaran terintegrasi
-
Menggunakan berbagai sumber
-
Siswa aktif
-
Sharing dengan teman
-
Siswa kritis, dan
-
Guru kreatif
Komponen-Komponen
dalam Kembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu:
1.
Contructivism (konstruktivisme)
2.
Questioning (bertanya)
3.
Inquiry (menemukan)
4.
Learning community (masyarakat belajar)
5.
Modeling (pemodelan)
6.
Reflection (refleksi)
7.
Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
Apabila ketujuh komponen ini diterapkan dalam
pembelajaran, terlihat pada realitas berikut.
1.
Kegiatan yang mengembangkan pemikiran
bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabilla siswa bekerja sendiri,
menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2.
Kegiatan belajar yang mendorong sikap
keinginyahuan siswa lewat bertanya tentang topic atau permasalahan yang akan
dipelajari.
3.
Kegiatan belajar yang bisa
mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topic atau
permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil “menemukan” sesuatu.
4.
Kegiatan belajar yang bisa menciptakan
suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah
pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman lain.
5.
Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan
model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan
tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoprasikan
sesuatu, dan sebagainya.
6.
Kegiatan belajar yang memberikan
refleksi atau umpan balik dalam bentuk yanya jawab dengan siswa tentang
kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah
dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan
siswa.Kegiatan belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan
kompetensi siwa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran
berlangsung.
Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar
yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran.
Prinsip-prinsip dasar yang dimaksud terlihat pada penjelasan berikut.
1.
Konstruktivisme.
Komponen ini
merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang
berciri konstruktivisme menekankan ternbangunnya pemahaman sendiri secara
aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu
dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
2.
Bertanya.
Komponen ini
merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang
sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu,
menhgarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui
perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjuukkan
bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari betanya.
3.
Menemukan.
Komponen
menemukan merupakan kegiatan ini CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan
terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan
temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta,
tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
4.
Masyarakat Belajar.
Konsep ini
menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja ama dengan orang
lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing
antarteman. Antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di
dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam
berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervaraisi,
sangat mendukung komponen ini.
5.
Pemodelan.
Komponen
pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan
tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa
berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu,
menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. Car pembelajaran
semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau
memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
6.
Reflesksi.
Komponen yang
merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah
perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa
yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas,
atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau
saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru
diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar
ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahaun baru.
7.
Penilaian autentik.
Komponen yang
merupakan cirri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan
pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu
diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar
siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati,
menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam
proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil
pembelajaran.
Strategi
Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen
pendekatan kontekstual, bebrapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan
oleh guru dalam pembelajaran kontekstual antar alain sebagai berikut.
a.
Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai
proses belajar mengajar di slam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk
mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat
permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah
mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan
perspektif yang berbeda dengan mereka.
b.
Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh
pengalaman belajar
Guru memberikan
penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain
di sekolah, keluarga, dan masyarkat. Penugasan yang diberikan oleh guru
memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas.
c.
Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas
belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan
interpersonall untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun
kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat
kesulitan penugasan.
d.
Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik
mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau
bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih
memoerhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi
pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang tellah mereka peroleh.
Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu;
menyediakan waktu yang cukup, dan menyususn refleksi; serta berusaha tanpa
meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri.
e.
Membuat aktivitas belajar bekerja sama
dengan masyarakat
Sekolah dapat
melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk
menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar
secara langsung, di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan.
Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan
tertentu untuk memberikan pengalaman kerja.
f.
Menerapkan penilaian autentik
Dalam
pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk
menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi
nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik
memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang dapat
digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstransi, dan
laporan tertulis.
Perbedaan
Pembelajaran Tradisonal dengan Kontekstual
No
|
Pendekatan CTL
|
Pendekatan Tradisional
|
1.
|
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran bahasa dapat berupa berbagai pelatihan keterampilan
berbahasa.
|
Siswa adalah penerima informasi secara pasif. Dalam
pembelajaran bahasa sering terfokus pada penyampaian teori kebahasaan atau
teori keteramilan berbahasa.
|
2.
|
Siswa belajar melalui teman melalui kerja kelompok,
diskusi, dan saling koreksi.
|
Siswa belajar secara klasikal, tetapi masing-masing
(tidak ada kontak pikiran dan kontak gagasan antarmereka).
|
3.
|
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau
masalah yang disimula-sikan.
|
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
|
4.
|
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
|
Perilaku dibangun atas kebiasaan/tradisi.
|
5.
|
Ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
|
Ketrampilan dibangun atas dasar latihan.
|
6.
|
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan
diri
|
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian
atau nilai (angka) rapor.
|
7.
|
Seseorang tidak melakukan sesuatu yang buruk karena dia
sadar hal itu keliru dan
merugikan.
|
Seseorang tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut
hukuman.
|
8.
|
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni
siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
|
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus
diterangkan, diterima, dihafalkan, dilatihkan.
|
9.
|
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata
(menurut bagan) yang sudah ada di dalam diri siswa.
|
Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus
diterangkan diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.
|
10.
|
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang
satu dengan siswa lainnya sesuai dengan skemata siswa (on going process of
development).
|
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang)
Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman
rumus yang
benar.
|
11.
|
Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat
penuh dalam meng-upayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut
bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan
membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
|
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca,
mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan
kontribusi ide dalam proses
pembelajaran.
|
12.
|
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh
manusia sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara
memberi arti dan memahami pengalamannya.
|
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian
fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri manusia atau yang diberikan
oleh gurunya.
|
13.
|
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi)
oleh manusia itu sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru,
maka
pengetahuan tidak pernah stabil, selalu berkembang.
|
Pengetahuan bersifat absolut dan pengetahuan bersifat
final.
|
14.
|
Siswa diminta bertanggungjawab memonitor dan
mengembangkan pem-belajaran mereka masing-masing.
|
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
|
15.
|
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat
diutamakan.
|
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
|
16.
|
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses
bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll
|
Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
|
17.
|
Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks dan setting.
|
Pembelajaran hanya terjadi di
dalam kelas.
|
18.
|
Penyesalan adalah hukuman dari prilaku
jelek.
|
Sanksi adalah hukuman dari prilaku
jelek.
|
19.
|
Prilaku baik berdasar motivasi intrinsik.
|
Prilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik.
|
20.
|
Seseorang berprilaku baik karena dia yakin itulah yang
terbaik dan bermanfaat.
|
Seseorang berprilaku baik karena dia terbiasa melakukan
begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.
|
PENUTUP
Kesimpulan
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang
dianjurkan untuk digunakan para guru dalam praktik pembelajarannya di dalam
kelas sejak diberlakukannya KBK dan terus disarankan untuk digunakan ketika KBK
digantikan KTSP
karena pendekatan kontekstual sangat relevan dengan
karakteristik pembelajaran di sekolah. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal,
tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat
fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: Contructivism
(konstruktivisme),
Questioning
(bertanya), Inquiry (menemukan), Learning
community (masyarakat belajar),
Modeling
(pemodelan), Reflection
(refleksi), dan Authentic
Assessment (penilaian yang sebenarnya). Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar
yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai
dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Jakarta: Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Johnson, Elaine
B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.
Muslich, Masnur. 2011. KTSP- Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Suyitno, 1985. Teknik
Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa. Yogyakarta: PT Hanindita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar