Jumat, 25 Oktober 2013

Dasar-dasar kurikulum



MAKALAH DASAR-DASAR KURIKULUM
Di susun guna memenuhi tugas Dasar-Dasar Kurikulum
Pengampu : Bambang Dwi Sasongko



Di susun oleh:
Rina Wahyu Destiyani     A310120095
                       Teguh Surono                    A310120113                      
Anita Meyreni                 A310120128
Ella Sari Oktaviani          A310120118
                                                  Rismawati                         A310120104



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititik beratkan untuk meningkatkkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan proses faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru dalam melakukan tugasnya mengajarkan bahan, menarik minat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Oleh karenanya kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masyarakat yang sedang membangun. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat mempelancar program pendidikan dalam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana hubungan antara perkembangan kurikulum dengan rekonstruksi sosial?
2.      Bagaimana kurikulum mengisyaratkan kompetensi dari mata pelajaran?
3.      Bagaimana pelajaran diturunkan dari kompetensi?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Antara Perkembangan Kurikulum dengan Rekonstruksi Sosial
Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yag diharapkan. Yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Pendekatan-pendekatan yang dikembangkan oleh para pengembang tersebut, yakni:
1.  Pendekatan Subyek Akademik
Pada pendekatan subyek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan perguruan tinggi. Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi  tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek akademik  dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subyek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Nama-nama  mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya. Kurikulum subyek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.



Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ada mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan
Tujuan kurikulum subyek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para siswa harus belajar mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih luas.
b. Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subyek akademik adalah pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
c. Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
1.      Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2.      Unified atau Concentrated, adalah  pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3.      Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
4.      Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.


d. Evaluasi
Kurikulum subyek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini membutuhkanjawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.

2. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara gradual.
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani.
Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa  boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia  juga sebagai makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.

Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
  1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
  2. Menghormati individu peserta didik, dan
  3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.
Dari sini jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum humanistik ini mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.

3.    Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum  adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
                 Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Karenanya materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Contoh penerapannya dalam kurikulum dan hasil belajar, misalnya dalam mata pelajaran PAI, tentang menyajikan pesan pembelajaran tentang shalat, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Kompetensi dasar              : mampu melaksanakan shalat
2) Hasil belajar                       :
            (1) siswa mampu menjelaskan tata cara shalat yang benar
            (2) siswa mampu manghafal dan mmempraktikkan bacaan shalat
 (3)  Indikator: Menjelaskan pengertian shalat
                          Menjelaskan syarat-syarat shalat
                                      Menjelaskan rukun shalat
                                      Menjelaskan sunnat shalat
                                      Menjelaskan hal-hal yang membatalkan shalat
                                      Melafalkan bacaan shalat dengan benar
                                      Menghafal bacaan shalat
                                      Mempraktikan shalat
                                      Mau melaksanakan shalat
                                      Terbiasa melaksanakan shalat
Dari rumusan kompetensi dasar dan hasil belajar, dan dijabarkan dalam rumusan indicator, maka dapat di ketahui organisasi isi dari pembelajarannya. Dan untuk mengorganisasikan isi dengan baik, diperlukan analisis tugas dann jenjang belajar sesuia dengan kerakteristik pendekatan teknologi.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
a)      Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat diamati.
b)      Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
c)      Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
d)     Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes objektif.

4.    Pendekatan Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan  di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industri maka yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
  1. Survei kritis terhadap suatu masyarakat
  2. Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional
  3. Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
  4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
  5. Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
  6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum  harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstrksi sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
  1. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi agama, juga perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika dan lain-lain.
  1. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan  dengan menggunakan berbagai metode antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2) mengadakan studi banding ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah memenuhi kepentingan sebagian besar orang.
  1. Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Ditengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
  1. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan isinya. Selain itu juga untuk menilai keampuhannya dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
Dari keempat pendekatan pengembangan kurikulum ini, maka penyusunan kurikulum harus dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu sendiri yang dapat dikaitkan dengan kepentingan peserta didik sebagai manusia/individu, dan kurikulum juga harus dapat menyesuaikan dengan perkemgangan teknologi sekarang ini, dan yang tidak kala pentingnya adalah kurikulum dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.

B.     Kurikulum Lama Mengisyaratkan Kompetensi Diturunkan Dari Mata Pelajaran Dan Pelajaran Diturunkan Dari Kompetensi.

Pendahuluan
Persoalan pendidikan tidak cukup hanya mempersoalkan kurikulum semata. Kurikulum hanyal panduan dasar bagi guru dalam melaksanakan tugas mendidik dan mengajarnya dengan harapan tidak akan menyimpang dari apa yang dicita-citakan oleh negara dalam rangkan mewujudkan rakyatnya yang cerdas.
Jauh lebih penting dari soal bongkar pasangnya kurikulum adalah bagaimana kurikulum sebagai panduan itu dapat dipahami dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran khususnya disekolah-sekolah formal.
Kurikulum memang bukan merupakan barang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dari dulu sejak negara ini berhasil melepaskan dirinya dari belenggu penjajahan, kurikulum terus berubah menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kurikulum memang tidak mesti menjadi baku dan statis, namun bukan berarti bahwa kurikulumlah satu-satunya penentu dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Banyak hal-hal lain yang sangat berpengaruh dalam menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan itu. Dari banyak hal itu banyak pula yang terabaikan dan kurang menarik diperhatikan oleh pengampu kebijakan dibidang pendidikan.
Perbedaan Esensial KTSP dan Kurikulum 2013
Perbedaan pokok antara KTSP atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (Kurikulum 2006) yang selama ini diterapkan dengan Kurikulum 2013 yang akan dijalankan secara terbatas mulau Juli 2013 yaitu berkaitan dengan perencanaan pembelajaran. Dalam KTSP, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Meskipun silabus sudah di kembangkan oleh pemerintah pusat , namun  guru tetap dituntut untuk dapat memahami seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, kajian silabus tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami  seluruh isi silabus yang telah disiapkan tersebut.
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) masih merupakan kewenangan guru yang bersangkutan, yaitu dengan berusaha mengembangkan dari Buku Babon (termasuk silabus) yang telah disiapkan pemerintah.
Guru yang kritis dan kreatif
Kurikulum 2013 dengan segala perbedaan isinya dari kurikulum sebelumnya tidak lalu menjadi istimewa jika tidak diikuti oleh berubahnya paradigma dan perilaku guru sebagai tenaga professional edukatif. Harus diakui bahwa banyak hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas keprofesionalan guru. Mulai dari kebijakan menyangkut tata kepangkatan/golongan yang jauh lebih fleksibel jika dibandingkan dengan pegawai negeri sipil disektor lain (nonfungsional) sampai kepersoalan pemberian insentif profesi (sertifikasi) yang jumlahnya sangat menggiurkan dan menimbulkan rasa iri dari sesama pegawai negeri sipil disektor lain,penyamaan status secara bertahap bagi guru honorer dan  non pegawai negeri. Penyelenggaraan berbagai penataran guru mata pelajaran hingga pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan guru kejenjang yang lebih tinggi. Namun semua itu tak banyak merubah mutu profesionalitas guru (terutama diberbagai daerah-daerah) termasuk beberapa kota besar diluar pulau Jawa.
Merubah paradigm lama dan sifat monokultur para guru
Penekanan kurikulum 2013 yang rencananya segera untuk dilaksanakan jika dicermati ternyata mengisyaratkan tiga sisi yang menjadi perhatian besarnya :
a.       tentang moral dan keimanan dalam rangka menjaga karakter bangsa
b.      tentang daya kritis dalam memelihara kemampuan analisis dan kecermatan
c.       tentang kreativitas dalam rangka mendorong tumbuh kembangnya daya cipta dan menghindarkan sikap ketergantungan
tiga pilar tersebut diatas itulah yang coba digarap didalam pelaksanaan kurikulum 2013.
Sebenarnya hal itu sudah menjadi domainnya dunia pendidikan modern sejak lama. Dan sudah ada tercantum dalam kurikulum sebelumnya walaupun mungkin dalam redaksi yang berbeda namun semua itu tinggal sebagai isi kurikulum semata,
Sebenarnya persoalan moral dan keimanan,daya kritis dan daya kreativitas peserta didik yang menjadi harapan dan janji kurikulum 2013 itu, sangat tergantung pada tingkat keimanan dan moral, daya kritik dan kreativ para guru itu sendiri. Tiga pilar itu sejak dulu merupakan potensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik yang ia bawa dari lingkungan keluarganya (pendidikan informal) disaat ia pertama memasuki dunia sekolah (pendidikan formal). Namun potensi itu tidak berkembang secara lebih baik ketika para guru disekolah-sekolah tidak menyadari adanya potensi itu.
Paradigma lama para guru yang menempatkan peserta didik sebagai sosok manusia yang tidak tahu apa-apa itulah yang menjadi pangkal bencana didunia pendidikan kita. Paradigma lama itu pula yang menyebabkan tidak terjadinya komunikasi yang baik diantara para guru dengan peserta didik (siswa/murid) sehingga menyebabkan potensi yang dimiliki para peserta didik (siswa/murid) tadi menjadi tersimpan atau tidak muncul kepermukaan akibat tekanan psikhologis dan tekanan monokultur para guru yang menganut paham berbagai pantangan kedekatan hubungan antara guru dan murid dalam pengertian positif.
Daya kritis dan keatif guru menjadi penting
Kekritisan guru terhadap kehendak kurikulum sebagai sesuatu yang harus dipedomani seorang guru dalam melakukan pekerjaan mengajar dan mendidik dimaksudkan adalah agar apa yang tengah dan akan ia ajarkan kepada anak didiknya selalu memiliki kesesuaian antara apa yang ingin dicapai dengan apa yang seharusnya dikerjakan/dilakukan. Guru tidak perlu menempatkan kurikulum sebagai sesuatu yang sakral sehingga tidak berani melakukan berbagi terobosan dalam rangka mengefektifkan kegiatan belajar mengajar (proses pengajaran dan pendidikan). Atau sebaliknya menyebabkan guru merasa emoh untuk memaksimalkan pemikirannya untuk berkreasi karena takut kualat pada kurikulum apalagi jika ditambah egosentrisnya kepala sekolah dengan jabatannya. Salah satu contohnya adalah tentang keberanian guru dalam mengotak-atik susunan tema yang akan diajarkan dan disesuaikann dengan pertimbangan waktu,kesiapan mental peserta didik atau ketersediaan prasarana dan sarana yang dimiliki. Guru atas pertimbangan kesakralan kurikulum tidak berani melakukan hal seperti ini,akhirnya guru memaksakan saja untuk mengikuti tahapan-tahapan (urut-urutan dalam kurikulum) walau dia tahu persis kurang tepat untuk dilakukan.
Daya kritis guru diperlukan dalam memperkuat analisisnya terhadap buku-buku bahan pendukung proses belajar mengajar (apalagi jika buku dijadikan sebagai ajang bisnis yang merupakan kolusi antara pejabat-pejabat di sekolah dan kemendiknas/kemenag dengan korporasi pengusaha buku). Dengan daya kritis ini diharapkan guru memiliki keberanian menolak adanya pemaksaan pembelian buku-buku yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari pengajaran dan pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang ia asuh. Jangan heran jika diberbagai sekolah masih ada guru yang terpaksa bertentangan dengan kepala sekolah akibat adanya proyek pengadaan buku-buku bacaan yang pada akhirnya mengganggu proses pengajaran dan pendidikan yang tengah berlangsung.
Daya kritis peserta didik (siswa/murid) tak akan pernah terwujud jika mereka dikelilingi oleh guru-guru yang tidak kritis terhadap apa yang tengah berlangsung disekolah dan lingkungan mereka.Demikian pula soal kreativitas peserta didik sangat tergantung pada tingkat dan daya kreativitas sang guru sebagai pendamping para peserta didik itu. Kreativitas peserta didik (siswa/murid) sudah sejak dulu menjadi potensi yang tersembunyi dan tidak muncul kepermukaan karena adanya tekanan psikhologis dan beban tradisi yang disebabkan oleh adanya monokultur paradigma guru dalam menempatkan posisi guru dan murid sebagai dua sisi yang saling berlawanan bukan sebagai dua sisi yang saling menyempurnakan.
Alternatif lain yang bisa dicoba.
Kehendak untuk merubah bentuk pendidikan agar benar-benar bisa dihandalkan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan memang memerlukan berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan dalam mengantisipasi kemungkinan kegagalan yang akan dihadapi.Niat pemerintah khususnya Kemendiknas untuk memulai proses pelaksanaan kurikulum 2013 dengan menyelenggarakan pelatihan bagi guru terlebih dahulu memang sudah semestinya dilakukan. Namun perlu untuk dicermati tentang bentuk,pola dan tujuan dari pelatihan itu.Pelatihan guru untuk memulai pelaksanaan kurikulum 2013 hanya menjadi sia-sia jika bentuk dan polanya sama seperti penataran guru yang selama ini dilakukan,yang kebanyakan hanya bentuk/ cara lain untuk menghabiskan sisa anggaran semata.
Padahal besarnya biaya yang diperlukan untuk itu dapat lebih efektif jika pemerintah mau membuka dirinya untuk memberdayakan orang-orang yang memiliki kreativitas tinggi yang berada diluar sekolah dan tidak berstatus PNS atau guru formal.Langkah-langkah untuk memberdayakan orang-orang yang berada diluar sekolah merupakan alternatif yang baik untuk dicoba. Ada perbedaan yang menyolok antara guru disekolah dengan guru ahli yang datang dari luar sekolah dalam memberi pengalaman belajar kepada peserta didik. Pendekatan yang berbeda dari kedua pihak itu akan mampu memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Selama ini yang tidak ditemui dari kegiatan disekolah adalah pengalaman belajar dari pengalaman yang dialami langsung peserta didik. Jikapun ada sangat terbatas dan tidak memberi kesan yang cukup membekas.Hanya orang-orang yang berada diluar sekolah itulah yang berkemampuan untuk mengajarkan pengalaman kreativitasnya sebab mereka tidak akan terganggu dengan persoalan memburu target kurikulum.
Seimbangkan antara kegiatan Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler
Formulasi keterlibatan para guru ahli yang bukan PNS dan guru honor/tetap itu bisa ditempuh dengan memaksimalkan kegiatan ekstrakurikuler yang lebih terencana dan terprogram dan bersifat intensif. Kurikulum 2013 ini sebenarnya mengisyaratkan hal itu, yakni sekolah tidak bisa dikelola dengan cara-cara eksklusif (tertutup dari kegiatan yang tengah berlangsung diluar) dan tertutup dari keterlibatan anggota masyarakat diluar strukturnya karena diluar sekolah itu sangat banyak kemampuan-kemampuan praktis yang bisa menjawab pertanyaan mutu pendidikan formal. Seharusnya dua sisi antara soal target kemampuan untuk melanjutkan pendidikan dan target kemampuan untuk memasuki dunia kerja dapat dibagi dalam dua program/kegiatan yakni intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang masing-masing bidang itu ditangani oleh dua formasi yang berbeda pula. Pengelompokan itu menjadi satu tim di intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Melibatkan pihak luar sekolah dalam menangani persoalan ekstrakurikuler sekaligus akan membuka kesempatan pada anggota masyarakat yang berminat pada bidang pendidikan (guru) sekaligus mendekatkan hubungan sekolah dengan masyarakatnya. Jika alasan tidak melakukannya karena keterbatasan biaya, ayo sama-sama kita hitung berapa besar biaya yang terbuang percuma ketika pemerintah (dalam hal ini Kemendiknas dan Kemenag) menyelenggarakan penataran-penataran guru mata pelajaran yang sama sekali tak memberi pengaruh apapun bagi peningkatan mutu pembelajaran dan pendidikan yakni mutu kebermanfaatan.
Paradigma terhadap pendidikan sudah harus dirubah kearah yang lebih progresif. Dan itu tidak akan mampu jika hanya dilakukan oleh sekolah formal beserta tim gurunya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terus berusaha

manisnya hidup kita yang menentukan